
IHSG & Rupiah Hadapi "Bear Killer" Oktober di Tengah Gejolak Dunia

Dari Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street kompak menguat bahkan mencetak rekor tertinggi pada perdagangan Kamis atau Jumat dini hari waktu Indonesia.
Saham melonjak karena investor mengabaikan kekhawatiran terkait shutdown pemerintah AS yang telah memasuki hari kedua.
Indeks S&P 500 naik tipis 0,06% menjadi 6.715,35. Indeks ini sempat naik 0,3% di puncak perdagangan hari itu, mencapai rekor intraday terbaru.
Dow Jones Industrial Average menguat 78,62 poin atau 0,17% menjadi 46.519,72, sementara Nasdaq Composite meningkat 0,39% menjadi 22.844,05.
Indeks teknologi ini juga mencetak rekor intraday baru, didukung oleh kenaikan saham Nvidia, yang juga mencapai harga tertinggi sepanjang masa, karena investor terus menumpuk pada raksasa artificial intelligence (AI) tersebut.
Menyurutkan sentimen, Menteri Keuangan Scott Bessent mengatakan produk domestik bruto (PDB) mungkin akan terdampak akibat shutdown pemerintah saat ini. Pernyataan ini meningkatkan kekhawatiran investor bahwa kinerja ekonomi AS akan semakin tertekan jika shutdown berlangsung lebih lama.
Harapan bahwa lapse pendanaan federal hanya bersifat singkat dan karenanya efek serius terhadap ekonomi bisa dibatasi.
Ketiga indeks utama AS pun naik pada sesi sebelumnya, dengan S&P 500 menutup perdagangan di atas 6.700 untuk pertama kalinya. Dow Jones juga mencatat penutupan rekor pada hari perdagangan sebelumnya.
Shutdown dimulai setelah para pemimpin Partai Demokrat dan Republik gagal pada Selasa untuk mencapai kesepakatan yang menjaga pemerintah tetap beroperasi.
Para legislator saling menyalahkan atas penghentian ini, karena Demokrat bersikeras menggunakan langkah ini untuk memperpanjang kredit pajak kesehatan bagi jutaan warga Amerika.
Presiden Donald Trump mengatakan pada Kamis bahwa Demokrat telah memberinya "kesempatan yang belum pernah terjadi sebelumnya" untuk memangkas agen federal.
"Shutdown tampaknya berjalan seperti yang diperkirakan, dengan kedua pihak lebih memilih berbicara melalui mikrofon daripada merundingkan anggaran nyata yang membiayai pemerintah dalam jangka panjang," kata Brian Mulberry, manajer portofolio senior di Zacks Investment Management. Kepada Srealm International.
Dia menambahkan pasar akan mentoleransi ini beberapa hari, tetapi jika pemerintahan berhasil memangkas berbagai departemen, hal itu mungkin dilihat sebagai positif jangka panjang meski menimbulkan gangguan jangka pendek.
Secara historis pasar tidak terlalu terpengaruh oleh shutdown pemerintah. Investor kini lebih memperhatikan yang satu ini karena latar kebijakan dan makroekonomi yang lebih volatil, valuasi pasar yang tinggi, konsentrasi saham di tengah reli yang dipimpin AI, serta kekhawatiran inflasi yang berlanjut.
Selain itu, Trump telah mengancam pemecatan massal permanen pegawai federal selama shutdown, memperparah kekhawatiran terkait perlambatan pasar tenaga kerja.
Pertanyaan terbesar bagi investor adalah berapa lama kebuntuan saat ini akan berlangsung. Kemungkinan akan berlanjut setidaknya selama tiga hari, karena Senat dijadwalkan libur pada Kamis untuk memperingati Yom Kippur, sehingga Jumat menjadi hari berikutnya para senator diperkirakan akan melakukan pemungutan suara. Di pasar prediksi, trader bertaruh bahwa shutdown bisa berlangsung hampir dua minggu.
Kekhawatiran lain adalah kekosongan data ekonomi selama shutdown minggu ini, karena laporan non-farm payrolls September tidak akan dirilis pada Jumat akibat penghentian hampir seluruh aktivitas Departemen Tenaga Kerja.
Federal Reserve diperkirakan akan mengumumkan pemotongan suku bunga pada pertemuan Oktober mendatang, setelah data ADP Rabu pagi menunjukkan penurunan pekerjaan sektor swasta bulan lalu, sementara dampak lebih lanjut dari shutdown yang sedang berlangsung masih harus dilihat.
(saw/saw)