NEWSLETTER

Menanti IHSG Rupiah Bangkit di Tengah Waswas Pidato Fed & Ketok APBN

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, Srealm Indonesia
23 September 2025 06:15
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam memberi pemaparan APBN Kita di Kantor kementerian Keuangan, Jakarta, Senin, (22/9/2025).
Foto: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam memberi pemaparan APBN Kita di Kantor kementerian Keuangan, Jakarta, Senin, (22/9/2025). (Srealm Indonesia/Muhammad Sabki)

Pasar keuangan domestik kemarin dipengaruhi beberapa faktor  eksternal, juga sorotan publik terhadap konferensi pers APBN KiTa edisi September 2025 hingga kebijakan China.

Untuk pertama kalinya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tampil di depan publik sejak menggantikan Sri Mulyani. Agenda ini sempat ditunda pekan lalu karena reshuffle kabinet, sehingga presentasi kemarin menjadi momen penting dalam menilai arah kebijakan fiskal di bawah kepemimpinannya.

APBN KiTa Perdana Purbaya

Untuk pertama kalinya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tampil di depan publik sejak menggantikan Sri Mulyani. Agenda ini sempat ditunda pekan lalu karena reshuffle kabinet, sehingga presentasi kemarin menjadi momen penting dalam menilai arah kebijakan fiskal di bawah kepemimpinannya.

Data yang dipaparkan menunjukkan kondisi APBN yang menantang. Hingga Agustus 2025, pendapatan negara tercatat Rp1.638,7 triliun atau baru 57,2% dari target outlook, turun 7,8% dibanding periode sama tahun lalu. Belanja negara mencapai Rp1.960,3 triliun, juga baru 55,6% dari target.

Dengan realisasi seperti ini, APBN mencatat defisit Rp321,6 triliun atau 1,35% PDB-dua kali lipat lebih dalam dibandingkan tahun lalu yang hanya 0,69% PDB. Meski demikian, keseimbangan primer masih mencatat surplus Rp22 triliun, yang menurut Purbaya menandakan adanya ruang untuk mempercepat belanja di sisa tahun.

Sorotan tajam tertuju pada lambatnya realisasi program prioritas. Dari pagu Rp923,8 triliun, baru Rp420,3 triliun atau 45,5% yang terserap hingga Agustus.

Artinya, masih ada Rp503,5 triliun yang harus diakselerasi hanya dalam empat bulan ke depan. Beberapa program bahkan sangat tertinggal, seperti makan bergizi gratis yang baru terealisasi Rp13 triliun (18,3% dari pagu Rp71 triliun) dan sekolah rakyat baru 4,9% dari target. Sebaliknya, bantuan iuran JKN sudah mencapai 74,7% dari pagu Rp46,5 triliun, menunjukkan adanya ketimpangan serapan antarprogram.

Selain itu, Purbaya juga menyinggung rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN), yang masih tertunda. Dengan Anggito Abimanyu yang segera meninggalkan kursi Wamenkeu, arah lembaga ini kini bergantung penuh pada keputusan Presiden.

Bagi pasar, sinyal ini penting karena BPN sebelumnya digadang-gadang untuk meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap PDB hingga 23% di 2045. Ketidakpastian pelaksanaan membuat investor menakar kembali efektivitas reformasi fiskal.

Rilis data uang beredar (M2) Juli 2025 oleh Bank Indonesia

Hari ini, sorotan beralih ke agenda domestik lain: rilis data uang beredar (M2) Juli 2025 oleh Bank Indonesia periode Agustus 2025. Pada Juni lalu, M2 tumbuh 6,4% yoy, lalu naik menjadi 6,5% pada Juli dengan nilai Rp9.569,7 triliun. Kenaikan ini terutama ditopang pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 8,7% dan aktiva luar negeri bersih yang melonjak 7,3%.

Sementara itu, penyaluran kredit tumbuh lebih lambat, 6,6% yoy, setelah bulan sebelumnya sempat 7,6%. Pasar akan menilai apakah pertumbuhan likuiditas ini mampu menopang konsumsi dan investasi di tengah pelemahan rupiah dan ketidakpastian global.

RAPBN 2026 Diketok

Hari ini,  DPR akan menggelar Rapat Paripurna dengan agenda antara lain Pembicaraan TK II/Pengambilan Keputusan Terhadap RUU tentang APBN TA 2026 hingga Laporan Komisi XI DPR RI atas hasil uji kelayakan (Fit and Proper Test) Calon Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di ruang rapat paripurna DPR, Senayan, Jakarta Pusat.

RAPBN 2026 sudah melalui tahap pembahasan di DPR sejak Agustus 2025. Ada penambahan belanja yang berimplikasi pada naiknya defisit anggaran.

PMI Global S&P September

Dari eksternal, Amerika Serikat menjadi pusat perhatian. PMI Global S&P untuk September akan dirilis malam ini, memberi gambaran apakah momentum ekspansi ekonomi masih terjaga. Bulan lalu, PMI Komposit direvisi turun menjadi 54,6, sementara manufaktur mencatat 53,0-tertinggi sejak Mei 2022.

Angka-angka ini menunjukkan ekonomi AS masih kuat, meski sektor jasa mulai melambat. Jika PMI kembali solid, dolar AS berpotensi bertahan kuat, memperlemah ruang pemulihan rupiah yang sudah menembus Rp16.600 kemarin.

 Pidato Ketua The Fed Jerome Powell

Selain data, Pidato Ketua The Fed Jerome Powell juga menjadi momen krusial. Powell dijadwalkan berbicara di Rhode Island, bersama Michelle Bowman di forum terpisah. Pasar akan mencari sinyal apakah The Fed akan mempertahankan sikap dovish pasca pemangkasan suku bunga 25 bps bulan lalu, atau justru menahan ekspektasi pelonggaran lebih lanjut karena inflasi PCE masih di kisaran 2,9%.

Jika Powell menekankan kehati-hatian, dolar bisa kembali menguat dan memberi tekanan tambahan bagi aset berisiko di emerging markets.

Dengan kombinasi faktor tersebut, investor domestik menghadapi keseimbangan yang rapuh. Dari satu sisi, fiskal memberi sinyal perlunya percepatan belanja dengan defisit yang masih terjaga. Dari sisi lain, tekanan eksternal dari data AS dan arah kebijakan The Fed tetap menjadi ancaman bagi rupiah dan IHSG. Selasa ini akan menjadi ujian: apakah pasar mampu menepis ketidakpastian global dan fokus pada fundamental domestik, atau justru kembali terbebani oleh arus keluar modal asing.

(emb/emb)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular