NEWSLETTER

Dunia Tunggu Kabar Genting dari Amerika Setelah Dolar Ngamuk

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, Srealm Indonesia
13 November 2024 05:57
Foto Kombinasi Bendera AS - Bendera Indonesia. (Pexels)
Foto: Foto Kombinasi Bendera AS - Bendera Indonesia. (Pexels)

Pergerakan pasar keuangan hari ini diperkirakan akan sangat dipengaruhi oleh sikap wait and see data inflasi AS. Namun, indikator dalam negeri berupa ambruknya penjualan ritel juga bisa mempengaruhi pasar.

Penjualan Ritel Jeblok
ata Bank Indonesia (BI) menunjukkan penjualan eceran yang tampak kurang memuaskan. Realisasi per September 2024, Indeks Penjualan Riil (IPR) tercatat 210,6 atau tumbuh sebesar 4,8% yoy lebih rendah dibandingkan Agustus 2024 yang tumbuh 5,8% yoy. Sedangkan pada prakiraan Oktober 2024 tampak melandai menjadi 1% yoy.


Sementara secara bulanan, berada di zona kontraksi yakni 2,5% mom pada September dari sebelumnya tumbuh 1,7% mom (Agustus 2024). Lebih lanjut, pada prakiraan Oktober 2024, IPR tampak kembali di zona kontraksi yakni di angka 0,5% mom.

Jika dilihat lebih rinci, penekan IPR baik secara bulanan maupun tahunan terjadi dari kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi.

Secara bulanan dan tahunan, kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi terkontraksi masing-masing sebesar -12,9% dan -29,4%.

Prakiraan IPR Oktober 2024 semakin memburuk dibandingkan September 2024 khususnya bersamaan dengan kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi yang selalu berada di zona kontraksi secara tahunan.


Kelompok ini tampak tak pernah tumbuh secara tahunan sepanjang 2024. Sementara secara bulanan, pertumbuhan kelompok ini hanya terjadi sebanyak tiga kali, yakni pada Maret, April, dan Agustus 2024.

Bahkan pada Oktober 2024, IPR kelompok ini diperkirakan mengalami perlambatan jauh lebih dalam dibandingkan periode sebelumnya baik secara bulanan maupun tahunan.

Penjualan ritel yang lemah bisa menjadi sinyal bahwa konsumen semakin berhati-hati dalam pengeluaran, yang berpotensi memperlambat konsumsi domestik-komponen utama yang menopang Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Penurunan dalam sektor ritel juga akan berdampak pada berbagai sektor usaha, terutama perusahaan-perusahaan di sektor barang konsumsi yang mengandalkan permintaan domestik.

AS Rilis data Inflasi

Perhatian pasar hari ini tertuju pada rilis data inflasi Amerika Serikat yang berpotensi menggerakkan pasar global. Pada hari ini Rabu (13/11/2024), AS akan mengumumkan data inflasi inti (Core Inflation) dan tingkat inflasi tahunan akan diumumkan, dengan ekspektasi masing-masing di angka 3,3% dan 2,4%.

Sebagai catatan, inflasi AS pada September 2024 mencapai 2,4% (year on year/yoy). Tingkat inflasi menjadi pertimbangan utama bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) dalam memutuskan kebijakan suku bunga.

Bila inflasi ternyata lebih tinggi dari proyeksi ini, kemungkinan besar Federal Reserve akan bersikap hawkish dan mempertimbangkan untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut.

Hal ini akan berdampak pada dolar AS yang semakin menguat, terutama terhadap mata uang negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kenaikan dolar ini menjadi risiko bagi rupiah, mengingat kenaikan suku bunga AS sering kali diikuti oleh aliran dana yang keluar dari pasar negara berkembang.
 

Dolar Ngamuk, Awas  Rupiah Terus Tertekan

Indeks Dolar AS (DXY) kembali menunjukkan kekuatannya, naik signifikan dalam beberapa hari terakhir. Dolar yang perkasa ini mengindikasikan bahwa investor global masih memilih instrumen dolar, menyebabkan tekanan tambahan pada mata uang rupiah.

Indeks dolar ditutup di posisi 105,54 atau level tertinggi sejak awal Juli 2024 atau lebih dari empat bulan. Indeks bahkan sempat menyentuh 106,2 yang menjadi rekor tertinggi dalam dua tahun.

Jika dolar terus menguat, rupiah kemungkinan besar akan mengalami pelemahan lebih lanjut, yang berpotensi meningkatkan biaya impor dan mempengaruhi harga barang-barang di Indonesia.

 

Dana Asing Kabur dari Pasar Keuangan Indonesia

Sentimen negatif terhadap rupiah tidak lepas dari tren keluarnya dana asing dari pasar keuangan domestik. Bank Indonesia mencatat arus keluar dana asing sebesar Rp 10,23 triliun selama periode 4-7 November 2024, yang terdiri dari aksi jual di saham, Surat Berharga Negara (SBN), dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Rinciannya, dana asing keluar dari pasar saham sebesar Rp 2,29 triliun, SBN Rp 4,66 triliun, dan SRBI Rp 3,28 triliun.

Arus dana asing masih kencang kelar dari Indonesia, terutama di pasar saham. Net sell tercatat Rp 1,11 triliun kemarin. Net sell juga terjadi pada perdagangan Senin kemarin yakni sebesar Rp 1,53 triliun.

Aliran keluar dana asing ini bisa jadi merupakan respons atas ketidakpastian kebijakan moneter di AS dan penguatan dolar yang menggoda investor untuk memindahkan dana mereka ke aset berdenominasi dolar. Selain itu, ekspektasi kenaikan suku bunga AS menciptakan imbal hasil yang lebih menarik bagi investor, sehingga menekan pasar keuangan negara berkembang.

Rilis data inflasi AS hari ini berpotensi menjadi penggerak utama pasar. Jika inflasi lebih tinggi dari ekspektasi, dolar kemungkinan besar akan semakin perkasa, memperbesar tekanan pada rupiah dan aset-aset lain di pasar negara berkembang. Di tengah arus keluar dana asing yang signifikan dan ketidakpastian ekonomi global, pelaku pasar di Indonesia perlu mencermati perkembangan ini dengan hati-hati.

(emb/emb)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular