Fenomena Tanda Kiamat Muncul di Samudra Atlantik, Ilmuwan Teriak
Jakarta, Srealm Indonesia - Sejumlah ilmuwan memperingatkan pelemahan Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC), sistem arus laut raksasa di Samudra Atlantik yang selama ribuan tahun menjaga kestabilan iklim global. Jika terus melambat, bahkan berhenti, dampaknya bisa menjadi "kiamat" bencana besar, dari banjir dan kekeringan, badai ekstrem, hingga gangguan ekosistem laut.
Stefan Rahmstorf, oseanografer dari Potsdam Institute for Climate Impact Research, Jerman, menyebut risiko keruntuhan AMOC bukan lagi kemungkinan kecil. "Kini, dengan bukti baru, banyak kolega saya, termasuk saya, tak lagi menganggapnya berpeluang rendah," ujarnya, dikutip dari IFL Science, Rabu (1/10/2025).
Apa itu AMOC?
AMOC adalah singkatan dari Atlantic Meridional Overturning Circulation, jaringan besar arus laut yang bergerak di Atlantik. Sistem ini sering disamakan dengan ban berjalan raksasa, membawa air hangat kaya nutrisi dari khatulistiwa ke utara, dan mengalirkan air dingin dari dekat kutub ke selatan.
Arus ini berbeda dengan arus pasang surut yang dipengaruhi matahari dan bulan, atau arus permukaan yang digerakkan angin. AMOC terbentuk dari proses sirkulasi termohalin, yaitu pergerakan arus laut dari permukaan hingga dasar laut yang dipicu oleh perbedaan kadar garam dan suhu.
Robert Marsh, Profesor Oseanografi dan Iklim di University of Southampton, menegaskan AMOC adalah alasan utama iklim Eropa stabil selama ribuan tahun. Namun paradoksnya, AMOC juga menjadi faktor yang membuat cuaca di kawasan itu sangat bervariasi dari tahun ke tahun.
Siklus AMOC dimulai ketika air hangat di permukaan bergerak ke utara (misalnya lewat Arus Teluk atau Gulf Stream). Saat mencapai Atlantik Utara, air mendingin dan membentuk es. Garam yang tertinggal membuat air lebih padat hingga tenggelam ke kedalaman, lalu terbawa ke arah selatan. Air itu kemudian naik kembali ke permukaan lewat proses upwelling dan menghangat, melengkapi siklusnya.
Proses ini berjalan sangat lambat. Diperkirakan butuh sekitar 1.000 tahun bagi satu unit air untuk menyelesaikan perjalanan penuh di sepanjang jalur global. Namun penelitian menunjukkan AMOC kini melambat hingga titik terlemah dalam seribu tahun terakhir.
Ilmuwan khawatir pelemahan ini bisa menjadi awal dari berhenti total. Sejak awal abad ke-20, suhu Atlantik Utara tercatat "berayun" di atas dan di bawah rata-rata global, pola khas menjelang runtuhnya sistem.
Jika AMOC berhenti, konsekuensinya fatal. Eropa akan menghadapi suhu ekstrem, lebih banyak banjir dan kekeringan, serta badai lebih kuat. Irlandia dan Skandinavia yang selama ini subur bisa berubah lebih dingin dan kering. Pesisir timur Amerika Serikat berisiko mengalami kenaikan permukaan laut lebih tinggi dari prediksi saat ini.
Bagi laut, dampaknya juga serius. AMOC berperan membawa oksigen ke laut dalam sekaligus mengangkut hingga 25% emisi CO2 manusia ke dasar laut. Jika fungsi ini berhenti, lautan bisa kekurangan oksigen dan CO2 justru menumpuk di atmosfer, mempercepat pemanasan global.
"Dampaknya bisa drastis dan berskala global, bahkan terasa hingga Selandia Baru yang sangat jauh dari Atlantik Utara," kata Rahmstorf.
Ia menilai peluang menyelamatkan AMOC masih ada, tetapi hanya jika negara-negara konsisten pada Perjanjian Paris. "Yang utama adalah membatasi pemanasan global hingga 1,5°C jika memungkinkan, dan tetap jauh di bawah 2°C," jelasnya.
"Tidak ada jaminan, tapi sangat mungkin kita bisa menghindari titik kritis itu jika konsisten," tegasnya.
(dem/dem)