
Revolusi Pembayaran Dimulai: Stablecoin Kalahkan Visa & Mastercard

Jakarta, Srealm Indonesia - Sebuah pergeseran seismik tengah terjadi di lanskap keuangan global. Aset digital yang sebelumnya dianggap sebagai produk ceruk (niche), kini telah melampaui volume transaksi dua raksasa pembayaran terbesar di dunia.
Sebuah analisis mendalam menunjukkan bahwa total volume transaksi on-chain untuk stablecoin telah secara konsisten menyalip total volume pembayaran gabungan dari Visa dan Mastercard.
Fenomena ini menandai sebuah tonggak sejarah yang signifikan, menggarisbawahi semakin cepatnya adopsi teknologi blockchain sebagai rel pembayaran alternatif yang efisien. Meskipun jenis transaksinya berbeda, data ini menjadi sinyal peringatan dini bagi para pemain keuangan tradisional bahwa revolusi digital di sektor pembayaran sedang berlangsung dengan kecepatan yang tidak terduga.
Angka-Angka yang Mengejutkan
Berdasarkan data terbaru yang diolah dari berbagai sumber analitik on-chain, volume transfer stablecoin telah mencapai triliunan dolar per kuartal. Pada akhir tahun 2024 saja, volume stablecoin dilaporkan melampaui Visa lebih dari dua kali lipat dan Mastercard lebih dari tiga kali lipat.
Kejadian ini bukanlah anomali sesaat. Tren ini telah terbangun secara konsisten, menunjukkan bahwa penggunaan stablecoin tidak lagi terbatas pada sekelompok kecil penggemar kripto. Aset digital yang nilainya dipatok ke mata uang fiat seperti dolar AS ini telah menjadi tulang punggung likuiditas di seluruh ekosistem aset digital.
Berikut data terhadap volume transaksi di ketiga platform tersebut :
Bukan Sekedar Alat Bayar Ritel
Penting untuk memahami mengapa volume transaksi stablecoin bisa meroket sedemikian rupa. Berbeda dengan Visa dan Mastercard yang mayoritas transaksinya adalah pembayaran ritel dari konsumen ke bisnis (C2B), stablecoin memiliki spektrum penggunaan yang jauh lebih luas dan beragam.
Ledakan volume ini didorong oleh beberapa faktor utama:
-
Tulang punggung perdagangan kripto
Di bursa aset kripto global, stablecoin seperti Tether (USDT) dan USD Coin (USDC) berfungsi sebagai "mata uang dasar". Hampir semua perdagangan besar antara berbagai aset kripto dilakukan melalui pasangan stablecoin, menciptakan volume transaksi yang masif. -
Mesin penggerak DeFi (Keuangan Terdesentralisasi)
Ekosistem DeFi-yang mencakup platform peminjaman, staking, dan yield farming-sepenuhnya bergantung pada stablecoin sebagai unit akun dan medium pertukaran utama. -
Transfer lintas batas (Remittance)
Stablecoin menawarkan cara yang lebih cepat dan murah untuk mengirim uang antar negara dibandingkan sistem perbankan tradisional yang lambat dan memakan banyak biaya. -
Penyelesaian transaksi skala besar
Institusi dan trader besar menggunakan stablecoin untuk menyelesaikan transaksi bernilai jutaan dolar dalam hitungan menit, bukan hari seperti pada sistem perbankan konvensional.
Dominasi Tether (USDT) dan Tantangan Regulasi
Di antara berbagai jenis stablecoin, Tether (USDT) memegang pangsa pasar dominan, menyumbang hampir 80% dari total volume perdagangan. Tingginya likuiditas dan integrasi USDT di hampir semua platform perdagangan menjadikannya pilihan utama bagi para trader.
Sementara itu, USDC yang lebih berfokus pada transparansi dan kepatuhan regulasi juga memegang peran penting, terutama di kalangan investor institusional.
Namun, pertumbuhan pesat ini datang dengan pengawasan yang ketat. Regulator di seluruh dunia, termasuk di Amerika Serikat dan Eropa, sedang menyusun kerangka kerja untuk mengatur penerbit stablecoin. Isu utama yang menjadi perhatian adalah transparansi aset cadangan yang menjamin nilai stablecoin dan potensi risiko sistemik jika terjadi kegagalan pada penerbit besar.
Berikut pertumbuhan total volume transaksi secara YoY dalam bentuk persentase
Implikasi: Peringatan bagi Keuangan Tradisional
Meskipun kasus penggunaan stablecoin saat ini berbeda dari Visa dan Mastercard, pencapaian volume ini tidak bisa diabaikan. Ini membuktikan bahwa teknologi blockchain mampu memproses nilai ekonomi dalam skala yang masif dengan efisiensi tinggi.
Bagi raksasa pembayaran tradisional, ini adalah sebuah peringatan. Perusahaan seperti Visa sendiri sudah mulai bereksperimen dengan pembayaran menggunakan stablecoin di jaringannya, sebuah pengakuan bahwa teknologi ini adalah masa depan. Pertanyaannya bukan lagi "apakah" teknologi ini akan diadopsi secara massal, melainkan "kapan" dan "bagaimana" para pemain lama akan beradaptasi untuk tetap relevan di era keuangan baru ini.
-
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan Srealm Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
Srealm INDONESIA RESEARCH
(gls/gls)