
Bikin Kaget! 5 Komoditas Ini Harganya Melonjak Lebih Dahsyat dari Emas

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga emas dunia kembali jadi sorotan setelah menembus rekor baru, nyaris menyentuh US$3.900 per troy ons pada perdagangan Rabu (1/10/2025).
Sejak awal tahun, emas sudah menguat 47,27% (year-to-date/YtD), menjadikannya bintang utama di pasar komoditas.
Lonjakan ini tak lepas dari ketidakpastian politik dan ekonomi global, mulai dari ancaman shutdown pemerintahan Amerika Serikat, data tenaga kerja yang tertunda, hingga bayang-bayang resesi yang membuat investor berbondong-bondong mencari perlindungan.
Namun, emas bukanlah satu-satunya komoditas yang bersinar. Bahkan, ada beberapa aset lain yang justru mencatatkan kenaikan jauh lebih spektakuler.
Perak atau silver, misalnya, sudah melompat 63,46% YtD dan kini diperdagangkan di atas US$47 per ons, mendekati level tertinggi dalam 14 tahun terakhir.
Defisit pasokan global yang terus berlanjut, sebagaimana dicatat Silver Institute, membuat harga perak kian terkerek.
![]() Ilustrasi Perak. (Dok. Freepik) |
Sebagai informasi, perak selain untuk perhiasan, saat ini sangat penting untuk industri elektronik. Hal ini akan menjadi daya dorong peningkatan permintaan global dalam beberapa tahun mendapatan.
Sejumlah negara pun diuntungkan dengan posisinya sebagai penghasil perak di tengah prospek penguatan harrga dan permintaan yang naik.
Meksiko tetap menjadi negara penghasil perak terbesar di dunia, dengan total produksi mencapai 202,2 juta ons, atau hampir seperempat dari pasokan global. Dominasi ini didukung oleh sejarah panjang pertambangan perak di negara tersebut, kekayaan cadangan alam, serta aktivitas industri tambangnya yang tinggi.
Sementara itu, Indonesia berada di urutan 14 sebagai negara penghasil perak sebanyak 10,3 juta ons. Berikut rincian 20 negara sebagai produsen perak teratas di dunia :
Platinum bahkan lebih mengilap lagi. Kenaikan harganya mencapai 76,15% YtD, melampaui emas dan perak sekaligus. Pasokan dari Afrika Selatan yang tersendat serta lonjakan permintaan dari industri otomotif dan energi bersih menjadi pemicu reli logam putih ini.
![]() The diamond and platinum bandeau tiara worn by Meghan, Duchess of Sussex, and lent to her by Britain's Queen Elizabeth is seen ahead of the exhibition A Royal Wedding, at Windsor Castle, in Windsor, Britain, October 25, 2018. REUTERS/Peter Nicholls |
Di saat yang sama, rhodium pun tidak mau ketinggalan.
Meski jarang masuk pemberitaan, logam langka ini telah melesat 55,19% YtD, bertahan tinggi di kisaran US$7.100 per troy ons berkat tingginya kebutuhan sektor otomotif untuk catalytic converter.
Gelombang besar juga datang dari logam tanah jarang. Neodymium, yang digunakan untuk membuat magnet permanen pada turbin angin dan motor kendaraan listrik, melonjak 57,95% YtD. Dengan transisi energi global yang semakin agresif, komoditas ini diprediksi akan terus diburu.
![]() Neodymium. (Dok. International Energy Forum (IEF)) |
Tak kalah mengejutkan, sulfur mencatat lonjakan 56,55% YtD, bahkan secara tahunan mencapai 90,15%. Dari pupuk hingga baterai, kebutuhan sulfur melonjak, menjadikannya bintang tersembunyi di pasar komoditas tahun ini.
![]() Sulfur. (Dok. Freepik) |
Emas, perak, dan platinum menguat karena perannya sebagai safe haven di tengah guncangan geopolitik.
Neodymium, sulfur, hingga energi nuklir mencerminkan narasi transisi energi global yang kian dominan. Kedua kutub ini sama-sama memberikan imbal hasil spektakuler bagi investor.
Jika selama ini emas sering dijadikan patokan utama dalam melacak gejolak pasar, tahun ini panggung komoditas jauh lebih berwarna. Investor mulai mendiversifikasi portofolio mereka, tidak hanya bertumpu pada logam mulia, tetapi juga merambah ke logam tanah jarang, material kimia, hingga indeks energi.
Ke depan, prospek emas masih terbuka lebar. Sejumlah analis bahkan melihat potensi harga tembus US$4.000 per troy ons bila ketidakpastian global terus berlanjut
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)