
Kepada Pemilik Bitcoin: Persiapkan Strategi Ini Selama Oktober

Jakarta, Srealm Indonesia -Bitcoin tengah mengalami penguatan sejak hancurnya FTX pada 2022.
FTX merupakan salah satu perusahaan Centralized Exchanged Cryptocurrency di Amerika yang memegang kendali dana-dana nasabah yang ingin melakukan transaksi di bursa kripto.
Harga Bitcoin telah melambung tinggi sejak November 2022 mencapai US$15,800 atau sekitar Rp264.63 juta (kurs dollar AS Rp16.685) hingga mencapai US$114,300 atau Rp1.91 milyar pada hari ini (1/10/2025).
Namun hal ini menjadi suatu anomali di dalam pergerakan harga Bitcoin dikarenakan kecenderungan bunga The Fed yang akan turun seharusnya memiliki dampak positif bagi Bitcoin secara historis.
Anomali Penurunan Suku Bunga
Anomali pada Bitcoin terjadi ketika bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) pada pertengahan September 2025 memangkas suku bunga sebesar 25 bps ke level 4.00%-4.25%.
Penurunan suku bunga ini memicu aksi penjualan yang cukup signifikan hingga sempat jatuh ke harga BTC di US$108,600. Hal ini menjadi suatu hal yang tidak biasa.
Investor mulai kehilangan optimisme terhadap penurunan suku bunga. Mereka menilai pemangkasan tersebut disertai dengan kekhawatiran The Fed akan kemungkinan ekonomi Amerika mulai lepas kendali. Hal ini disebabkan masih kuatnya konsumsi retail yang kuat namun klaim pengangguran di Amerika yang diproyeksikan akan mengalami peningkatan di masa mendatang.
The Fed menyebut langkah ini sebagai pemangkasan berbasis manajemen risiko. Komentarnya mengisyaratkan bahwa langkah ini lebih merupakan pemotongan preventif untuk berjaga-jaga jika ekonomi melambat drastis dan membuat kecewa pasar.
The Fed juga menekankan bahwa pemangkasan suku bunga ini bukan karena ekonomi sudah jatuh parah, tapi lebih sebagai langkah pencegahan agar risiko pelemahan ekonomi tidak semakin besar.
Bagaimana Potensi Bitcoin ke Depan?
Sebagai negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) tertinggi, Amerika memiliki peran penting dalam menciptakan likuiditas di pasar untuk semua jenis aset mulai dari aset beresiko rendah hingga tinggi.
Masalah yang terjadi di Amerika saat ini, terutama shutdown, bukanlah hanya masalah ketenagakerjaan dan inflasi saja, melainkan suatu masalah yang lebih struktural yaitu ekonomi Amerika itu sendiri.
Peristiwa politik, seperti shutdown pemerintah atau pergantian kepemimpinan, dapat memicu efek domino yang memengaruhi kerangka regulasi global.
Hal ini menimbulkan ketidakpastian, sehingga investor kelas kakap melakukan aksi pivot dari menciptakan keuntungan di masa mendatang, ke arah memprioritaskan menurunkan resiko kehilangan kekayaan atau dapat dikatakan lebih bersifat defensif (fear) daripada mode agresif (greed). Walaupun sepertinya investor retail melihat ini sebagai potensi yang bagus dan waktu yang tepat untuk membeli aset-aset beresiko tinggi seperti Bitcoin dan juga pasar saham.
Cycle 4 Tahun Sekali Bitcoin
Selain masalah struktural di Amerika, pasar kripto memiliki kecenderungan dalam penurunan harga aset setelah 3-3.5 tahun dari titik terendah cycle sebelumnya yang terjadi pada November 2022. Diharapkan investor retail melihat ini sebagai hal yang patut diwaspadai walaupun pergerak pasar ke atas masih mungkin terjadi.
Spekulan yang ingin masuk ke pasar Bitcoin tetap harus berhati-hati seperti biasa. Level support dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi pergerakan naik. Namun, jika Bitcoin jatuh di bawah level terendah awal September dan mendekati US$100.000, hal ini bisa menimbulkan volatilitas di pasar Bitcoin.
Bitcoin belum mengalami penurunan tajam selama beberapa bulan terakhir. Jika Bitcoin menembus di atas US$125.000 di Oktober dan mampu bertahan, ini bisa menarik masuknya kekuatan spekulatif lebih lanjut.
Lakukan diversifikasi aset ke beberapa jenis instrumen investasi seperti yang diterapkan oleh Investor legendaris yaitu Ray Dalio, yang menggunakan prinsip "All Weather Investment Strategy". Investor bisa mengalokasikan 25% di masing-masing jenis investasi yaitu :
- Aset yang menciptakan keuntungan dari kondisi growth seperti saham, kripto, dan aset risk-on lainnya
- Aset yang menciptakan keuntungan dari kondisi decline seperti surat hutang jangka panjang
- Aset yang menciptakan keuntungan dari kondisi kenaikan inflasi seperti komoditas dan surat hutang yang memiliki landasan suku bunga
- Aset yang menciptakan keuntungan dari kondisi penurunan inflasi seperti saham besar, dan surat hutang jangka pendek.
Kuncinya adalah menyeimbangkan aset-aset ini bukan berdasarkan nilai Rupiah-nya, melainkan berdasarkan risikonya. Konsep yang kami rintis ini disebut "risk parity". Karena saham jauh lebih volatil (berisiko) daripada obligasi, Anda perlu memiliki obligasi dalam jumlah yang jauh lebih besar untuk menyeimbangkan risiko dari jumlah saham yang lebih kecil.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan Srealm Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
Srealm INDONESIA RESEARCH
(gls/gls)