Harga Batu Bara Tiba-Tiba Melonjak 2 Hari Beruntun

mae, Srealm Indonesia
17 September 2025 07:20
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (Srealm Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan Srealm Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (Srealm Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (Srealm Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, Srealm Indonesia - Harga batu bara melanjutkan tren penguatan.

Merujuk Refinitiv, harga batu bara ditutup di posisi US$ 105,5 per ton atau melesat 3,12% pada perdagangan Selasa (16//9/2025).

Penguatan ini memperpanjang tren positif batu bara menjadi dua hari beruntun dengan menguat 4,77%.

Harga batu bara menguat ditopang sentiment dari China dan India. Pertambangan Mongolia Dalam, wilayah penghasil batu bara terbesar di China, telah memberlakukan tindakan tegas berupa perintah penghentian operasi terhadap 15 tambang batu bara.

Penghentian operasi ini dilakukan setelah investigasi mengungkapkan bahwa tambang-tambang tersebut melampaui rencana produksi yang telah disetujui.

Penegakan ini merupakan bagian dari strategi Beijing yang lebih luas untuk mengatasi kelebihan kapasitas di sektor batu bara dan meningkatkan standar keselamatan menyusul beberapa kecelakaan tambang profil tinggi.

Penghentian ini secara khusus menargetkan tambang di wilayah Ordos yang melampaui kapasitas produksi yang disetujui lebih dari 10% selama paruh pertama 2025. Tambang-tambang tersebut, dengan total kapasitas tahunan sekitar 34,6 juta ton metrik, kini harus menjalani inspeksi ketat oleh regulator keselamatan regional sebelum dapat kembali beroperasi.

Menurut dokumen dari Biro Energi Daerah setempat, langkah penegakan ini merupakan salah satu intervensi regulasi paling luas di sektor batu bara wilayah tersebut dalam beberapa tahun terakhir. Keputusan ini diambil setelah inspeksi langsung menemukan adanya praktik kelebihan produksi yang sistematis di berbagai fasilitas.

Mongolia Dalam menyumbang sekitar sepertiga dari total produksi batu bara nasional China, sehingga penghentian ini sangat signifikan bagi pasokan energi domestik dan dinamika pasar. Tambang-tambang yang terdampak merepresentasikan porsi besar dari kapasitas produksi regional, yang berpotensi memengaruhi harga serta ketersediaan batu bara dalam jangka pendek.

Wilayah Ordos, tempat tambang-tambang yang dihentikan beroperasi, sangat krusial bagi rantai pasok batu bara Tiongkok. Sumber daya berkualitas tinggi di wilayah ini menjadikannya pilihan utama baik untuk kebutuhan batu bara termal maupun kokas.

Analis industri menekankan bahwa bahkan gangguan sementara di wilayah ini dapat memberikan dampak besar terhadap pertimbangan keamanan energi nasional.


Langkah regulasi ini telah memicu reaksi pasar. Pada 16 September, kontrak berjangka batu bara kokas paling aktif di Bursa Komoditas Dalian naik 5,84% (CNY68,5 atau US$9,63 per ton), mencerminkan sensitivitas pasar terhadap pembatasan produksi.

Pergerakan harga ini terjadi tak lama setelah pernyataan publik Presiden Xi Jinping yang menyerukan keluarnya secara tertib kapasitas produksi usang serta pengendalian kompetisi harga yang tidak teratur di sektor tersebut.

Keselarasan antara arahan kebijakan tingkat tinggi dengan tindakan penegakan di lapangan menandakan tekad China untuk merestrukturisasi industrinya.

Analis industri memperkirakan bahwa jika penghentian ini berlangsung dalam jangka waktu lama, dampak harga bisa semakin intens, yang pada gilirannya berpotensi memengaruhi industri hilir seperti produksi baja yang sangat bergantung pada pasokan batu bara kokas.

Sementara itu, India akan menambah 97 gigawatt (GW) kapasitas baru berbasis batu bara hingga 2035 demi keandalan pasokan

Pembangunan sekitar 97 GW pembangkit listrik berbasis batu bara hingga 2035 guna menjamin pasokan listrik 24 jam, seiring meningkatnya penetrasi energi terbarukan.

Pembangkit-pembangkit ini diperkirakan akan beroperasi hingga 2050, menyediakan cadangan listrik yang andal ketika India mengejar target 500 GW energi terbarukan pada 2030 dan net zero pada 2070. Saat ini, kapasitas terpasang non-fosil India sudah mencapai 252 GW.

Srealm INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation