INTERNASIONAL

Israel Menggila, Iran dan Mesir Serukan Pembentukan NATO Versi Islam

luc, Srealm Indonesia
17 September 2025 05:30
This handout picture provided by the Palestinian Press Office (PPO) on November 11, 2023, shows front row from 2nd left: Syria's President Bashar al-Assad, Egypt's President Abdel Fatah al-Sisi, Jordan's King Abdullah II, Saudi Crown Prince Mohammed bin Salman, Palestinain president Mahmud Abbas, Turkish President Recep Tayyip Erdogan, Iran's President Ebrahim Raisi and Qatar's Emir Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, standing for a group picture ahead of an emergency meeting of the Arab League and the Organisation of Islamic Cooperation (OIC), in Riyadh. Arab leaders and Iran's president are in the Saudi capital on November 11, for a summit meeting expected to underscore demands that Israel's war in Gaza end before the violence draws in other countries. The emergency meeting of the Arab League and the Organisation of Islamic Cooperation (OIC) comes after Hamas militants' bloody October 7 attacks that Israeli officials say left about 1,200 people dead and 239 taken hostage. (Photo by Thaer GHANAIM / PPO / AFP) / RESTRICTED TO EDITORIAL USE - MANDATORY CREDIT
Foto: AFP/THAER GHANAIM

Jakarta, Srealm Indonesia - Seruan untuk membentuk aliansi pertahanan bersama negara-negara Muslim makin menguat menyusul serangan Israel ke sebuah kompleks perumahan di Doha yang menewaskan lima anggota Hamas dan seorang petugas keamanan Qatar.

Dalam pertemuan darurat Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Qatar pada Senin (15/9/2), Mesir dan Iran tampil di garis depan mendorong lahirnya pakta militer mirip NATO di kawasan Timur Tengah.

Usulan itu dinilai sebagai langkah paling serius dalam beberapa dekade terakhir menuju pembentukan perjanjian pertahanan kolektif di dunia Islam. Latar belakangnya adalah eskalasi serangan Israel, mulai dari rentetan serangan terhadap target Iran awal tahun ini, operasi militer yang masih berlangsung di Gaza, hingga serangan terbaru ke ibu kota Qatar yang selama ini berperan sebagai mediator konflik.

Adapun para pemimpin Muslim kini makin menyoroti Israel sebagai sumber instabilitas regional. Baik pejabat Arab maupun Iran memperingatkan bahwa tanpa langkah tegas, negara-negara Timur Tengah akan terus rentan terhadap operasi militer Israel di masa mendatang.

Pertemuan darurat OKI pun dipandang sebagai momentum krusial untuk menguji apakah seruan persatuan Muslim dapat diwujudkan dalam kerangka pertahanan bersama yang nyata.

Mesir, yang memiliki angkatan bersenjata terbesar di dunia Arab, mengajukan gagasan pembentukan komando militer gabungan berbasis di Kairo. Sementara itu, pejabat senior Iran mendorong lahirnya koalisi yang lebih luas.

Mohsen Rezaei, mantan komandan Garda Revolusi Iran, memperingatkan bahwa negara-negara seperti Arab Saudi, Turki, dan Irak bisa menjadi target berikutnya jika blok Muslim gagal bertindak tegas.

"Satu-satunya solusi adalah membentuk koalisi militer," katanya, dilansir Newsweek.

Seruan serupa datang dari ulama senior Iran, Jalal Razavi-Mehr, yang mendesak pembentukan satu angkatan bersenjata Islam dengan doktrin pertahanan dan ofensif bersama.

Namun dari kalangan diplomasi, nada lebih hati-hati juga disuarakan. Mehdi Shoushtari dari Kementerian Luar Negeri Iran menyebut masih terlalu dini untuk memformalkan pakta semacam itu, tetapi mengakui kondisi sekarang "lebih kondusif dibanding masa lalu."

Pakistan, satu-satunya negara Muslim yang memiliki senjata nuklir, turut mengajukan usulan pembentukan gugus tugas bersama untuk memantau tindakan Israel serta menyiapkan langkah pencegahan maupun ofensif secara terkoordinasi.

Jika berhasil diadopsi, pakta pertahanan Muslim bergaya NATO berpotensi mengubah peta keseimbangan kekuatan di Timur Tengah sekaligus menguji kembali peran Amerika Serikat sebagai penjamin keamanan regional.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Timur Tengah Kacau, Hamas Bereaksi Israel Serang Iran

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular