
Melihat Sembahyang Imlek di Vihara Amurva Bhumi Jakarta
Imlek tahun ini tetap dijalani oleh para jemaat dengan khidmat mengikuti aturan pemerintah salah satunya penerapan protokol kesehatan.

Warga keturunan Tionghoa bersembahyang di Vihara Amurva Bhumi (Hok Tek Tjeng Sin), Karet Semanggi, Jakarta Selatan, Senin (31/1/2022). Tahun Baru Imlek 2573 Kongzili diperingati pada Selasa, 1 Februari 2022. (Srealm Indonesia/ Andrean Kristianto)

Jumlah jemaat yang melakukan sembahyang malam tahun baru Imlek 2573 di Vihara Amurva Bhumi tahun ini menurun seiring melonjaknya kasus Covid-19 di DKI Jakarta. (Srealm Indonesia/ Andrean Kristianto)

Selain itu, Pengurus Vihara Amurva Bhumi juga membatasi pengunjung 50% dari kapasitas Vihara yang bersembahyang jelang perayaan tahun baru China atau Imlek tahun 2573 Kongzili tersebut. (Srealm Indonesia/ Andrean Kristianto)

Imlek tahun ini tetap dijalani oleh para jemaat dengan khidmat mengikuti aturan pemerintah salah satunya penerapan protokol kesehatan. (Srealm Indonesia/ Andrean Kristianto)

Ratusan lampion menghiasi cerahnya imlek tahun 2573 ini sebagai simbol harapan dan masa depan yang lebih cerah. (Srealm Indonesia/ Andrean Kristianto)

Melansir dari laman Perusahaan China Highlights, awal mula perayaan Imlek diperkirakan sudah ada sejak 3.500 tahun yang lalu. Tepatnya, sudah muncul pada masa Dinasti Shang (1600-1046 SM). (Srealm Indonesia/ Andrean Kristianto)

Pada saat itu orang mengadakan upacara pengorbanan untuk menghormati dewa dan leluhur pada awal atau akhir setiap tahun. Namun, saat ini perayaan Imlek sudah berkembang dan ada sejumlah adat istiadat yang sudah ditinggalkan. (Srealm Indonesia/ Andrean Kristianto)

Sementara itu, sejarah Imlek di Indonesia berawal dari kedatangan atang orang China ke Asia Tenggara sejak abad ke-3 Masehi, sebagaimana disampaikan oleh Pakar Ketimuran Denys Lombard. Saat itu, orang-orang China bermigrasi ke berbagai wilayah di Asia Tenggara untuk berdagang, salah satunya ke nusantara. (Srealm Indonesia/ Andrean Kristianto)

Perayaan Imlek di Indonesia melewati sejarah panjang sejak era Presiden Soekarno. Pada masa itu, Soekarno membuat peraturan tentang hari raya umat beragama, termasuk untuk kaum Tionghoa. (Srealm Indonesia/ Andrean Kristianto)

Orang-orang Tionghoa saat itu juga bisa berekspresi secara bebas, seperti berbahasa Mandarin, bahasa lokal, memeluk agama Konghucu, punya surat kabar berbahasa Mandarin, menyanyikan lagu Mandarin, dan memiliki nama China. (Srealm Indonesia/ Andrean Kristianto)

Namun pada masa Presiden Soeharto, seluruh upacara agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup. Baru pada masa Presiden Gus Dur, perayaan Imlek kembali bisa dilaksanakan di ruang publik. (Srealm Indonesia/ Andrean Kristianto)

Pada tahun ini Kementerian Agama meminta agar Imlek di tengah suasana pandemi Covid-19 saat ini dirayakan dengan sederhana dan terbatas, serta menghindari keramaian dan kebiasaan kumpul keluarga (kerabat) dalam jumlah besar. (Srealm Indonesia/ Andrean Kristianto)