Srealm INSIGHT

Orang Asing Ini Temukan 'Harta Karun' Terbesar dalam Sejarah RI

MFakhriansyah, Srealm Indonesia
03 October 2025 12:55
Menteri Kebudayaan Fadli Zon memberi sambutan dalam Taklimat Media Repatriasi Fosil Koleksi Eugene Dubois di Museum Nasional, Jakarta, Kamis, (2/10/2025). (Srealm Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Menteri Kebudayaan Fadli Zon memberi sambutan dalam Taklimat Media Repatriasi Fosil Koleksi Eugene Dubois di Museum Nasional, Jakarta, Kamis, (2/10/2025). (Srealm Indonesia/Muhammad Sabki)
Naskah ini merupakan bagian dari Srealm Insight, rubrik yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu.

Jakarta, Srealm Indonesia - Dalam teori evolusi, para ahli meyakini manusia modern tidaklah muncul begitu saja. Ada proses panjang perubahan bentuk tubuh hingga kognitif sejak manusia purba hingga melahirkan wujud yang kita kenal sekarang. Namun, dari peralihan bentuk primitif ke modern, sempat ada mata rantai yang hilang atau disebut missing link.

Kekosongan inilah yang memantik para ilmuwan dunia melakukan pencarian. Jika berhasil ditemukan, temuan itu ibarat harta karun yang mampu mengubah sejarah pemahaman evolusi manusia. Atas dasar inilah Eugène Dubois, seorang dokter anatomi di Universitas Amsterdam, Belanda memutuskan berhenti dari pekerjaannya demi berburu tulang-belulang manusia purba.

Dalam buku Mereka Menemukan Pulau Jawa (1990), kisah Dubois diceritakan penuh lika-liku. Dia hanya berbekal satu petunjuk, yakni wilayah tropis adalah tempat hunian manusia purba. Namun, tak diketahui di mana titik tepatnya tempat manusia purba itu. 

Berbekal petunjuk penemuan manusia purba di daerah tropis bernama Hindia Belanda (kini Indonesia), dia memutuskan berangkat pada 1887 ke Hindia Belanda. Dia ditugaskan pemerintah kolonial Belanda sebagai dokter militer di Payakumbuh, Sumatra Barat. Di sana Dubois perlahan mulai menelusuri gua-gua, menggali tanah, hingga menemukan gigi geraham yang kelak diketahui sebagai fosil Homo sapiens berusia 63 ribu-73 ribu tahun.

Di tengah jalan, perhatian Dubois kemudian beralih ke Jawa setelah mendengar laporan penemuan tengkorak manusia purba di Tulungagung oleh B.D. van Rietschoten pada 1889. Pada 1890, dia pun memindahkan riset ke Jawa dan melakukan penggalian di Campurdarat hingga berhasil menemukan fragmen tengkorak.

Pencarian berlanjut hingga ke Kedungbrubus dan Trinil, Ngawi, Jawa Timur. Berdasarkan laporan warga mengenai penemuan tulang-tulang, Dubois melakukan penggalian intensif. Setelah berbulan-bulan bekerja dengan dua rekannya dari Belanda serta puluhan pekerja lokal, akhirnya pada 1891 dia menemukan fosil penting: bagian tengkorak, tulang paha, dan beberapa bagian rangka.

Tengkorak Yunxian 2 di Museum Provinsi Hubei. (Dok. Museum Provinsi Hubei)Foto: Tengkorak Yunxian 2 di Museum Provinsi Hubei. (Dok. Museum Provinsi Hubei)
Tengkorak Yunxian 2 di Museum Provinsi Hubei. (Dok. Museum Provinsi Hubei)

Arkeolog Harry Truman Simanjuntak dalam Manusia-manusia dan Peradaban Indonesia (2020) menyebut penemuan ini membuat Dubois yakin telah menemukan missing link yang dicari dunia. Dia kemudian memberi nama fosil itu Pithecanthropus erectus atau "manusia kera yang berjalan tegak", yang kini dikenal sebagai Homo erectus.

Dubois mempublikasikan temuannya pada 1894 dan membawa spesimen asli kembali ke Belanda setahun kemudian. Analisis para ahli menunjukkan bahwa Homo erectus memang mewakili bentuk peralihan dari manusia primitif ke modern. Ciri-cirinya antara lain, 1) punya volume otak 750-1.300 cc atau lebih besar dari manusia purba sebelumnya, tetapi lebih kecil dari Homo sapiens, 2) dahi rendah dan menonjol, 3) rahang kuat, 4) postur tubuh sudah tegak.

Dubois kemudian membawa fosil tersebut dan ribuan jejak masa lalu lainnya ke Belanda. Sampai akhirnya, harapan untuk membawa kembali temuan Dubois muncul pada 2025 alias 134 tahun kemudian.

Repatriasi "Manusia Jawa"

Pada akhir September lalu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kebudayaan menandatangani serah terima dari Pemerintah Belanda berupa 28.000 artefak fosil hasil temuan Eugène Dubois di Trinil pada 1891-1892. Proses repatriasi ini telah dilakukan tim Kementerian Kebudayaan sejak awal 2025.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut kepulangan koleksi Dubois sebagai upaya menyatukan kembali serpihan sejarah yang hilang, sekaligus menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia merupakan bangsa dengan peradaban tua.

"Dengan kepulangan dari koleksi Dubois, kita menyatukan kembali serpihan sejarah yang hilang itu, dan kita membalikkan memori itu ke tempat asalnya, ke dalam kesadaran kolektif kita sebagai bangsa. Bahwa kita ini adalah bangsa yang merupakan bangsa peradaban tua. Bukan bangsa kemarin sore, tapi kita ini bangsa peradaban tua," ungkap Fadli di Museum Nasional, Kamis (2/10/2025).

Fadli mengungkap pengembalian fosil diharapkan mulai dilakukan pada akhir tahun ini, terutama koleksi-koleksi masterpiece yang akan didahulukan. Nantinya, seluruh artefak tersebut akan dipamerkan di Museum Nasional dengan ruangan khusus yang sesuai, mengingat penyimpanannya harus menyesuaikan dengan standar teknis tertentu.

Dia juga memastikan Indonesia sudah siap dan tidak kalah dari Belanda dalam merawat koleksi Dubois. 

"Mereka memang termasuk sangat serius di dalam merawat dan memperlakukan artefak fosil-fosil tersebut. Jadi kita juga akan melakukan tentu saja hal yang sama," ucapnya.

Bila sudah tiba di tanah air, Fadli berencana membentuk satu pusat data dan riset yang akan dikerjakan bersama berbagai lembaga penelitian, termasuk BRIN. Tujuannya agar museum tak hanya menjadi tempat penyimpanan, tetapi pusat narasi kebudayaan.


(mfa/mfa)

Tags
Recommendation
Most Popular